JAKARTA (U&A.com ) — Bank Indonesia merevisi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2021 menjadi 3,5 persen-4,3 persen dari proyeksi sebelumnya 4,1 persen-5,1 persen. BI menyebut, perkiraan tersebut setelah menilai beberapa perubahan kondisi ekonomi terkini.
“Proyeksi pertumbuhan ekonomi nilai tengahnya sekitar 3,9 persen, kami perkirakan bisa lebih tinggi dari itu dengan sejumlah catatan seperti vaksinasi yang lebih cepat,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (22/7).
Perry mengatakan, pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan lebih rendah dari sebelumnya pascapenyebaran varian delta Covid-19. Hingga kuartal II 2021, perbaikan ekonomi terus berlanjut, terutama didorong oleh peningkatan kinerja ekspor, belanja fiskal dan investasi nonbangunan.
Perkembangan sejumlah indikator pada Juni 2021, seperti penjualan eceran dan PMI, mengindikasikan pemulihan ekonomi domestik yang masih berlangsung. Pada kuartal III 2021, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih rendah sehubungan dengan kebijakan pembatasan mobilitas yang harus ditempuh pemerintah untuk mengatasi peningkatan penyebaran varian delta Covid-19.
“Penurunan pertumbuhan terutama terjadi pada konsumsi rumah tangga karena terbatasnya mobilitas, di tengah peningkatan stimulus bantuan sosial oleh pemerintah, dan tetap kuatnya kinerja ekspor,” ungkap Perry.
Pada kuartal IV 2021, pertumbuhan ekonomi diprakirakan kembali meningkat didorong oleh peningkatan mobilitas sejalan dengan akselerasi vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan, berlanjutnya stimulus kebijakan, dan terus meningkatnya kinerja ekspor. Secara spasial, penurunan pertumbuhan ekonomi tercatat lebih kecil di luar Jawa, khususnya Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), didukung dengan kinerja ekspor yang kuat.
Pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi dengan percepatan program vaksinasi sehingga kekebalan kelompok bisa lebih cepat tercipta. Selain juga semakin baiknya protokol kesehatan, perbaikan ekspor, berlanjutnya stimulus fiskal, moneter, perbaikan ekonomi global, dan lainnya.
Untuk 2022, Perry mengatakan, BI akan terus memantau proses pemulihan ekonomi nasional yang optimis akan terus berlanjut. BI juga akan memperhatikan tingkat inflasi ke depan serta mengarahkan bauran kebijakan termasuk di sisi makroprudensial, pendalaman pasar, ekonomi syariah, untuk mendukung pemulihan.
“Kecuali kebijakan suku bunga yang diarahkan juga untuk antisipasi ketidakpastian global, sementara kebijakan lainnya itu pro growth, untuk jaga keseimbangan dan stabilitas,” kata Perry.
Tahan Suku Bunga
Dalam kesempatan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Juli 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen. Begitu juga dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 4,25 persen.
“Setelah melihat berbagai penilaian atas berbagai hal, RDG 21-22 Juli 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7DRRR sebesar 3,5 persen,” kata Perry Warjiyo.
Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak masih tingginya ketidakpastian pasar global. Meski sasaran dan tingkat inflasi masih tetap rendah.
Selain itu, keputusan ini untuk dukung pemulihan ekonomi nasional secara berkelanjutan. BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran.
Sejalan dengan itu, Bank Indonesia menempuh langkah-langkah kebijakan sebagai tindak lanjut sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan KSSK. (rol)