Kajati Kepri Paparkan Restorative Justice di ‘Bumi Berazam’

Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Gerry Yasid SH MH memaparkan tentang restorative justice dalam kegiatan sosialisasi bertemakan ‘Penyelesaian Perkara dengan Pendekatan Restorative Justice’

KARIMUN (U&A.com) — Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Gerry Yasid SH MH memaparkan tentang restorative justice dalam kegiatan sosialisasi bertemakan ‘Penyelesaian Perkara dengan Pendekatan Restorative Justice’ bertempat di aula Nilai Sari komplek Perkantoran Kantor Bupati Karimun Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (27/7/2022).

Restorative justice merupakan salah satu jalan untuk menegakan keadilan hukum di Indonesia. Sebab, dalam banyak kasus, penegakan hukum dinilai hanya tajam kepada yang lemah.

Gerry Yasid SH MH datang ke Kabupaten Karimun ‘Negeri Bumi Berazam’ dalam rangka melakukan kunjungan kerja (kunker) sekaligus bersilahturahmi dengan Bupati Karimun Dr H Aunur Rafiq dan jajarannya serta masyarakat Karimun.

Kajati Kepri Gerry Yasid dalam paparannya menyampaikan, penerapan keadilan restoratif yang dicanangkan Kejaksaan RI bertujuan untuk mewujudkan keadilan hukum yang humanis bagi masyarakat. “Restorative justice mewujudkan keadilan hukum yang memanusiakan manusia dengan menggunakan hati nurani.

“Sekaligus melawan stigma negatif yang tumbuh di masyarakat yaitu hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sehingga perkara-perkara yang sifatnya sepele atau ringan dapat diselesaikan di luar pengadilan dan tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan,” terangnya.

Ia, menyampaikan, penerapan keadilan restoratif dengan cara memediasi antara korban dan pelaku kejahatan dalam penyelesaian permasalahan memiliki tujuan utama pemulihan kerugian pada korban dan pengembalian pada keadaan semula.

“Lebih daripada itu, melalui RJ (Restorative Justice), stigma negatif atau labeling “orang salah” itu dihapuskan. Ia tidak akan diadili di depan umum dan diberi kesempatan untuk bertaubat atau berubah. Kalau dalam masa kesempatan itu diberikan, orang itu kembali mengulangi perbuatannya, maka dia siap untuk dipenjara,” jelas putra asal Kepri kelahiran Desa Mentigi, Tanjung Uban ini.

Ia menyebut, penyelesaian perkara melalui RJ mendapat respon positif dari masyarakat. Hal itu dibuktikan sejak terbitnya Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, penerapan keadilan restoratif di tingkat kejaksaan relatif meningkat dengan banyaknya permintaan penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Kajati Kepri Gerry Yasid menerangkan bahwa adapun alasan pemberian penghentian pentuntutan berdasarkan keadilan restoratif adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, tindak pidana dilakukan dengan barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp.2.500.000.

Selanjutnya, telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka dengan cara, mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban, mengganti kerugian korban, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana, telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka dan masyarakat merespons positif.

“Dari seluruh ketentuan itu, cara ini terutama dapat dilakukan jika tidak adanya penolakan dari masyarakat terhadap penyelesaian kasus. Serta juga ada perdamaian antara pihak. Maka ada rumah RJ, ini menjadi penyelesaian perkaranya,” ujarnya.

Menurutnya, fungsi restorative justice sendiri memangkas proses hukum terhadap kasus dengan kriteria rendah, sehingga diselesaikan tanpa berproses pada jalur hukum di persidangan. “Jika kasusnya dapat diselesaikan dengan RJ, kenapa harus berproses ke penegak hukum,” katanya.

Penyelesaian kasus dengan cara ini, kata dia, bahkan telah mendapat perhatian dan apresiasi dari PBB karena tidak mengedepankan unsur penegakan hukum. “Saya tidak mau pasal-pasal kecil begini terpenjara kan oleh saya, karena bisa memunculkan stigma negatif,” jelas dia.

Gerry mencontohkan, perkara kecil seperti pertikaian rumah tangga hingga konflik batas harus berujung pada pemenjaraan. “Ujung-ujungnya keluar penjara berstatus narapidana. Maka jaksa harus meneliti dengan cermat atas perkara mana yang bisa kita selesaikan dengan pendekatan RJ,” terangnya.

Gerry juga memuji Kejaksaan Negeri Karimun yang hingga saat ini telah melakukan penegakan restorative justice sebanyak 5 kali. “Sudah ada 5 kasus dengan restorative justice di Kejaksaan Negeri Karimun, semuanya berjalan dengan baik dan berujung damai,” ucapnya.

Dalam sosialisasi tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau didampingi Asintel Kejati, Lambok M.J Sidabutar, Kepala Kejaksaan Negeri Karimun Meilinda, Bupati Karimun Dr H Aunur Rafiq, Sekda Karimuh HM Firmansyah

Turut hadir dalam kegiatan sosialisasi, Ketua DPRD Kabupaten Karimun Yusuf Sirat, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Karimun Rasno, Forkominda Karimun , Para kepala OPD Kabupaten Karimun, para camat dan lurah serta kepala desa Kabupaten Karimun, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tamu undangan lainnya. (hhp)

Sebarkan

Related posts

Sports Betting Chances Today & Gambling Lines”

Kejari Karimun Musnahkan Sejumlah Barang Bukti Kejahatan, Pastikan Tidak Ada yang Disisihkan

Dokumen Kesehatan 500 Ekor Sapi dari NTT Dinyatakan Lengkap