KARIMUN (U&A.com) – Satuan Narkoba Polres Karimun Polda Kepri berhasil mengungkap peredaran obat-obatan ilegal atau obat-obatan sediaan farmasi tanpa izin produksi rumahan (home industry) di Kelurahan Tebing, Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Dalam peristiwa ini polisi mengamankan sebanyak 258 butir obat ilegal.
“Ada 258 butir obat ilegal diduga pil ekstasi berbentuk bulat berwarna abu-abu dengan berat bersih 141 gram dan bahan obat-obatan berwarna abu-abu yang sudah diolah untuk menjadi pil diduga jenis ekstasi dengan berat bersih 402 gram yang berhasil ditemukan dan diamankan di tempat kejadian perkara (TKP),” kata Kapolres Karimun AKBP Tony Pantano S.I.K melalui Wakapolres Karimun Kompol Syaiful Badawi, SIK dan didamping oleh Kasat Narkoba AKP Elwin K, SIK, MH , dalam keterangan pers di lobi Mapolres Karimun, Jumat (22/7/2022).
Tiga orang pelaku masing-masing berinisial RN, NL dan MS. di sebuah rumah yang beralamat di Kelurahan Tebing. Peristiwa ini berawal dari laporan masyarakat yang mengatakan ada peredaran obat-obatan sediaan farmasi tanpa izin produksi rumahan (home industry)
“Unit I Satuan Narkoba Polres Karimun telah mendapat informasi dari masyarakat bahwa di daerah tersebut ada sebuah sebuah rumah yang dicurigai, diduga telah melakukan tindak pidana sediaan farmasi tanpa izin,” lanjut Syaiful Badawi.
Saat melakukan penyelidikan dan penggrebekan, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa 258 butir obat ilegal diduga pil ekstasi berbentuk bulat berwarna abu-abu dengan berat bersih 141 gram dan bahan obat-obatan berwarna abu-abu yang sudah diolah untuk menjadi pil diduga jenis ekstasi dengan berat bersih 402 gram.
Kemudian ketiga tersangka berinisial RN, NL dan MS beserta barang bukti dibawa ke Sat Res Narkoba Polres Karimun untuk jalani pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya.
Ketiga pelaku akan Pasal 196 jo 197 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dimana setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000.
Pengaturan mengenai tindak pidana pengedar sediaan farmasi tanpa izin edar diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. yaitu dalam Pasal 386 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan atau minuman atau obat, sedang diketahuinya bahwa barang-barang itu dipalsukan dan kepalsuan itu disembunyikan, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun”
Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat (1) butir a “Pelaku usaha di larang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standard yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; sedangkan ketentuan tindak pidana nya diatur dalam pasal 62 ayat (1) “ Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat (2) pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c huruf e, ayat (2), dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 ( dua miliar rupiah)
Lebih lanjut Undang – Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 106 ayat (1) “ Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar”. Ketentuan mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi diatur dalam Pasal 197 sebagai berikut “ Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.0000.0000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
Ketentuan pidana yang diatur dalam peraturan undang-undangan bertujuan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan atau penyimpangan dalam menggunakan sediaan farmasi/alat kesehatan yang dapat membahayakan masyarakat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Walaupun tindak pidana pada Pasal 386 KUHP terdapat bebarapa kelemahan, hanya mengatur mengenai perbuatan melawan hukum pendistribusian obat palsu (menjual, menawarkan, atau menyerahkan) sedangkan untuk pelaku yang memproduksi obat palsu belum diatur secara jelas dalam Pasal 386 KUHP. Dengan tidak diaturnya mengenai produsen obat palsu maka terdapat kesulitan dalam menindak para produsen obat palsu, selain itu sanksi yang diberikan dalam KUHP juga masih terlalu ringan yaitu berupa ancaman pidana penjara maksimal empat tahun, dan tidak ada sanksi mengenai denda, padahal keuntungan yang besar dan kerugian yang ditimbulkan bagi para konsumen obat juga tidaklah sedikit.
Selanjutnya pada pasal 63 ayat (1) , Undang undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen pelaku tindak pidana di kenai ancaman pidana penjara selama 5 (lima ) tahun namun dengan diterbitkanny Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada Pasal 197, ancaman tindak pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan Pasal 201 ayat (1) dalam hal tindak pidana dimaksud dalam 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192, pasal 197, pasal 198, pasal 199 dan pasal 200 dilakukan oleh korporasi selain pidana dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192, pasal 197, pasal 198, pasal 199 dan pasal 200 . Sehigga dengan berlakunya Sanksi pidana bagi pelaku pengedar sediaan farmasi tanpa izin edar hendaknya berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, karena sanksi pidananya lebih berat dibandingkan dengan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. (r/hj)