* Buat Laporan Resmi ke Menkopolhukam dan Gakum KLHK
KARIMUN (HK) – Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Boyamin Saiman melaporkan adanya dugaan impor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari negara tetangga oleh 13 kapal yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di Batam Provinsi Kepulauan Riau kepada Deputi III ( Bidang Hukum ) Kementerian Koordinator Politik dan Hukum (KEMENKO POLHUKAM) dan Penyidik Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Berdasarkan hasil temuan kita langsung ke lapangan, kita sudah melaporkan resmi ke Deputi III ( Bidang Hukum ) Kementerian Koordinator Politik dan Hukum, Senin (8/8/20222), ke bapak Deputi Sugeng Purnomo, terkait dugaan tindak pidana kerusakan lingkungan hidup yaitu adanya importasi limbah beracun yang diduga tidak berizin, dan diduga juga limbah nya itu dibuang disembarangan, ntah itu dilaut maupun di daratan. Dan bahkan ada dugaan dibuang ke lubang-lubang bekas galian tambang ,” ujar Boyamin Saiman kepada U&A.com, Kamis (11/8/2022) siang.
Bonyamin menyebut, MAKI telah turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan langsung di perairan Selat Singapura Batam dan menemukan fakta dan dugaan seperti yang dimaksud.
“Modusnya, jadi kapal-kapal kecil membawa limbah beracun dari negara tetangg dimasukkan ke kapal besar, kemudian kapal besar melakukan tranfer lagi ke kapal-kapal kecil untuk selanjutnya dibawa ke wilayah Kepri. Ada yang dibuang laut, ada yang dibuang ke daratan, dan ada juga yang dibuang ke lubang- bekas galian tambang. Dan ada juga dimasukan ke perusahan pengolah limbah. Unsur pidananya adalah limbah beracun tersebut di dokumennya klamufase seakan-akan itu adalah minyak bakar. Jadi tidak sesuai dokumennya,” beber Bonyamin.
Atas temuan lapangan tersebut, kemudian, kata Bonyamin langsung melaporkan ke Deputi III ( Bidang Hukum ) Kementerian Koordinator Politik dan Hukum untuk ditindaklajuti.
“Atas saran dan koordinasi serta dukungan dari bapak Deputi Sugeng Purnomo, langsung ditindaklanjuti ke Penyidik Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Jumat besok atau Senin depan kita akan melaporkan resmi ke Penyidik Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tinggal melengkapi formalnya saja hasil pelacakan dan beberapa dokumen yang diperoleh, Tentunya laporan ini bisa diproses lebih cepat dan tepat,” ujar Bonyamin.
“Saya berharap laporan ini bisa diproses dengan cepat dan juga mengulang prestasi kemaren KLHK telah membawa pelaku-pelaku yang terkait dengan limbah mestipun kapal nya waktu itu masih kecil dan nyata nya oleh hakim telah diputus hukuman 7 tahun. Nah temuan saya ini lebih besar kapalnya. Diduga itu sampai puluhan ribu ton dan itu diduga lebih dari satu tahun praktek melakukam dugaan membawa limbah beracun dari negara tetangga,” ungkapnya lagi.
Sebagaimana diberitakan, Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Boyamin Saiman mengungkapkan dan menyoroti adanya dugaan impor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di Batam Provinsi Kepulauan Riau.
“MAKI menemukan dugaan penyelundupan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari beberapa negara tetangga memasuki wilayah Kepri sebanyak 13 kapal,” ujar Boyamin Saiman kepada U&A.com, Rabu (3/8/2022) siang.
Bonyamin mengirimkan data dan bukti kepada redaksi U&A,com terkait dugaan pelanggaran hukum mulai dari temuan limbah ilegal, pelayaraan ilegal yang cuma hanya dikenai denda administrasi saja dan juga hilangnya pendapatan negara dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Bonyamin membeberkan, pertama terkait limbah beracun, sudah ada penetapan dari dinas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Penegakan Hukum Pidana lewat surat bernomor S.93/DHPLKH/TPLH/GKM.3/6/2022 per 15 Juni 2022 yang ditujukan kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam, Kepulauan Riau.
“Bahwa hasil analisa laboratorium terhadap sampel yang diambil oleh Tim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah terbit dan telah dilakukan permintaan keterangan ahli pengelolaan limbah dan berdasarkan keterangan ahli pengelolaan limbah bahwa muatan yang dibawa oleh Kapal MT.TUTUK GT.7463 dikategorikan sebagai limbah B3 dengan kategori bahaya 1 (sangat berbahaya) karena parameter C6-C9 Petroleum Hydrocarbons dan C10-C63 Petroleum Hydrocarbons jauh diatas baku mutu,” ungkap Bonyamin.
Kemudian, terkait dengan pelayaran ilegal dan pelanggaran lainya, pihak berwenang juga telah memberikan sanksi administrasi lewat Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) kepada PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans yang beralamat di Batam selaku agen pelayaran dari Kapal MT.TUTUK GT.7463.
PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans telah dikenakan Sanksi Administrasi berupa denda sebesar Rp 30 juta dengan alasan jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabeanan (kurang bongkar muatan sejumlah 1959,571 MT pada BC 1.1 nomor 001261 tanggal 16 Februari 2022) dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya yang dibongkar dari kapal MT.MARS ke MT.TUTUK pada tanggal 17 Februari 2022) dan atas sanksi tersebut PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans telah membayarnya.
Bonyamin juga menduga terkait dengan perusahaan yang melakukan impor limbah B3 ke Kepri, patut diduga ada perusahaan-perusahaan tertentu yang impornya itu berasal dari jalur yang tidak perlu di chek.
“Mestinya nanti saya akan minta instansi yang berwenang untuk mencabut izin fasilitas istilah nya jalur hijau atau jalur apa yang tidak perlu di chek isi barangnya,” ujar Bonyamin.
Sesuai temuan yang dikemukakan oleh Boyamin Saiman iya mengatakan bahwa limbah Fuel Oil tersebut ditimbun daerah lubang bekas pertambang diwilayah Kepulauan Riau.
Tidak hanya itu, seharusnya jika dokumen mereka (kapal penyeludup) lengkap dengan adanya perlayaran ini negara seharusnya diuntungakan sebanyak 1 milyar rupiah perkapal dengan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) tetapi kenyataanya negara hanya mendapatkan sanksi adminisrasi yang hanya Rp 30 juta rupiah.
“Kami menduga Limbah Fuel Oil ini ditimbun daerah lubang bekas pertambangan diwilayah Kepri, ini kan sangat berbahaya,”katanya.
“Tidak hanya ditimbun di wilayah bekas pertambangan, dengan adanya temuan ini seharusnya negara bisa diuntungkan sebanyak 1 milyar rupiah perkapal. Tetapi nyatanya tidak, negara hanya mendapatkan berupa uang sanksi administrasi yang hanya jutaan rupiah, Ini sangat merugikan negara,” ungkap Boyamin Saiman kembali.
Bonyamin menegaskan, terkait dengan hal ini banyak hal yang mestinya bisa dilakukan penindakan hukum mulai dari pelayaran ilegal, terus kemudian dugaan limbah beracun dan juga hilang nya pendapatan negara dari sisi PNBP. (hj)