BATAM (U&A) – Salim Group, salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia, kembali menunjukkan keseriusannya dalam sektor energi dengan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batam, Kepulauan Riau. Investasi ini dinilai sebagai langkah strategis untuk memperkuat infrastruktur energi di kawasan industri yang terus berkembang pesat dan menghadapi tantangan dalam pemenuhan kebutuhan listrik jangka panjang.
Latar Belakang Investasi
Batam dikenal sebagai kawasan industri strategis yang menjadi pintu gerbang ekonomi Indonesia di perbatasan dengan Singapura dan Malaysia. Pertumbuhan industri manufaktur, logistik, hingga teknologi digital di wilayah ini terus menuntut ketersediaan listrik yang andal, stabil, dan berbiaya kompetitif. Di tengah tekanan peningkatan permintaan listrik, pemerintah daerah bersama pelaku industri mulai mendorong masuknya investasi di sektor kelistrikan. Salim Group melalui anak usahanya di bidang energi telah menyatakan komitmennya untuk membangun PLTU dengan kapasitas hingga 2 x 150 MW.
Nilai Investasi dan Dampak Ekonomi
Total nilai investasi untuk pembangunan PLTU ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp6 triliun. Proyek ini tidak hanya memberikan dampak langsung dalam bentuk penambahan pasokan listrik, tetapi juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal selama masa konstruksi dan operasional.
Lebih jauh, masuknya investasi ini dapat mendorong efek berganda (multiplier effect) pada sektor lain seperti logistik, konstruksi, properti, dan jasa, seiring dengan meningkatnya daya saing kawasan industri Batam.
Tantangan Lingkungan dan Isu Emisi
Dalam konteks global, tren pembangunan pembangkit listrik justru mulai beralih ke sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan air.
Namun, transisi menuju energi bersih tetap menjadi isu penting. Sejumlah pihak berharap bahwa PLTU ini akan menjadi bagian dari skenario jangka menengah, sembari mendorong masuknya investasi energi terbarukan ke Batam dalam jangka panjang.
Kritik dan Harapan ke Depan
Beberapa kalangan akademisi dan LSM mengkritisi keputusan pembangunan PLTU sebagai “langkah mundur” dalam agenda transisi energi nasional. Namun, secara realistis, transisi energi membutuhkan waktu dan investasi yang besar, sementara kebutuhan listrik jangka pendek di Batam sangat mendesak.
Dengan demikian, pembangunan PLTU oleh Salim Group ini dipandang sebagai “jembatan energi” menuju masa depan yang lebih hijau.