KARIMUN (U&A.com) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengungkapkan pemahalan harga (Mark Up) pembayaran atas Belanja Tidak Terduga pengadaan alat kesehatan (Alkes) dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yaitu Gun Thermometer dan Viral Transport Tube with Swabs pada Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun untuk penanganan pandemi Covid-19 TA 2020.
Hal tersebut sebagaimana tertuang pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Pemerintah Kabupaten Karimun, nomor : 92/LHP/XVIII.TJP/12/2020, tanggall 20 Desember 2020.
Dijelaskan BPK RI Perwakilan Propinsi Kepri, Dinas Kesehatan Pemkab Karimun pada TA 2020 merealisasikan Belanja Tidak Terduga untuk percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan menunjuk PT Global Fantastis (GF) sebagai penyedia Thermogun dan VTM karena perusahaan tersebut telah terdaftar di e-katalog LKPP (e-purchase) dan telah lama bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan RSUD Muhammad Sani untuk Barang Medis Habis Pakai – Alat Kesehatan (BMHP – Alkes).
Diketahui PT GF adalah perusahan distributor alat-alat kesehatan yang beralamat di jalan Raja.Selah, Berlian Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, Kepulauan Riau 29433.
PPK dari Dinas Kesehatan Kariun menunjuk PT GF sebagai penyedia yang menyatakan memiliki barang yang dibutuhkan dan sanggup menyediakannya dalam waktu yang paling singkat. Selanjutnya PPK menerbitkan surat penunjukan penyedia dan surat pesanan.
BPK menguraikan, Pengadaan 20 unit gun thermometer dilaksanakan oleh PT GF berdasarkan surat Penunjukan dan Pemesanan Nomor 02/SP/COVID19/DK/III/2020 tanggal 23 Maret 2020.
Thermometer gun atau yang sering disebut thermo gun. Thermogun adalah alat ukur suhu atau termometer dengan metode non kontak. Artinya, pengukuran suhu dilakukan tanpa menyentuh objek yang diukur.
Pekerjaan tersebut telah selesai dan diserahterimakan kepada Dinas Kesehatan berdasarkan Berita Acara Perhitungan Bersama Nomor 02/BAPB/COVID19/DK/IV/2020 tanggal 15 April 2020 yang dituangkan pada Kontrak Nomor 02/K/COVID19/DK/IV/2020 tanggal 15 April 2020 senilai Rp36.363.636,00 dan Berita Acara Serah Terima (BAST) Hasil Pekerjaan Nomor 02/BAST/COVID19/DK/IV/2020.
Pekerjaan telah dibayar lunas berdasarkan SP2D LS Nomor 02251/BUD-SP2D/2020 tanggal 28 April 2020 senilai Rp36.363.636,00.
Dan juga Pengadaan 520 tube Viral Transport Tube with Swabs (VTM) dilaksanakan oleh PT GF berdasarkan surat Penunjukan dan Pemesanan Nomor 12/SP/COVID19/DK/VIII/2020 tanggal 20 Agustus 2020
Pekerjaan tersebut telah selesai dan diserahterimakan kepada Dinas Kesehatan berdasarkan Berita Acara Perhitungan Bersama Nomor 12/BAPB/COVID19/DK/VIII/2020 tanggal 31 Agustus 2020 yang dituangkan pada Kontrak Nomor 12/K/COVID19/DK/VIII/2020 tanggal 31 Agustus 2020 senilai Rp44.200.000,00 dan Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan Nomor 12/BAST/COVID19/DK/ VIII/2020 tanggal 31 Agustus 2020.
Pekerjaan telah dibayar lunas berdasarkan SP2D LS Nomor 06986/BUD-SP2D/2020 tanggal 19 Oktober 2020 senilai Rp44.200.000,00.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti pertanggungjawaban pengadaan alat kesehatan jenis thermo gun senilai Rp36.363.636,00 dan pengadaan BMHP jenis VTM senilai Rp44.200.000,00,
Diketahui bahwa penyedia yakni PT GF memperhitungkan keuntungan melebihi persentase maksimal yang diperkenankan yaitu melebihi 15% dari harga total atas dua jenis alat kesehatan dan BMHP yaitu gun thermometer dan Viral Transport Tube with Swabs sebesar Rp25.421.136,00.
BPK merinci, mestinya pengadaan 20 unit gun thermometer dengan harga satuan sebesar Rp 1.100.000,00 ditambah ongkir Rp 2.300.000,00 dengan total harga Rp 24.300.000,00.
Perkiraan keuntungan adalah Rp 3.645.000,00 (15% dari harga total) dengan harga kewajaran Rp 27.945.000,00.
Tapi PT GF justru nekad dan melanggar ketentuan dengan memperhitungkan keuntungan melebihi 15% dari total biaya dengan menetapkan kontrak dengan Dinas Kesehatan Karimun sebesar Rp 36.363.636,00 sehingga terdapat selisih harga kemahalan sebesar Rp 8.418.636,00 yang dianggap oleh BPK sebagai kelebihan pembayaran dan PT GF harus mengembalikan ke Kas Daerah.
Jika dirinci mestinya sesuai aturan, mestinya harga satuan gun thermometer nestinya sebesar Rp 1.100.000,00 tetapi harganya dinaikkan menjadi Rp 1.703.181,00 setelah dikurangi ongkos kirim.
Begitu juga dengan Pengadaan 520 tube Viral Transport Tube with Swabs (VTM) dimana BPK merinci, harga satuan sebesar Rp 45.000,00 ditambah ongkir Rp 250.000,00 dengan total harga 23.650.000,00.
Viral Transport Tube with Swabs atau VTM atau Virus transport media atau juga biasa disebut Viral Transport Medium adalah sebuah media penyimpanan sample virus sementara yang diambil dari pasien, media ini berfungsi menyimpan virus selama proses transportasi atau pengiriman dari tempat pengambilan sample sampai ke pusat uji / laboratorium uji sample tersebut.
Perkiraan keuntungan adalah Rp 3.547.500,00 (15% dari harga total) dengan harga kewajaran 27.197.500,00.
Tapi lagi-lagi PT GF justru nekad dan melanggar ketentuan dengan memperhitungkan keuntungan melebihi 15% dari total biaya dengan menetapkan kontrak dengan Dinas Kesehatan Karimun sebesar Rp 44.200.000,00 sehingga terdapat selisih harga kemahalan sebesar Rp 17.002.500,00 yang dianggap oleh BPK sebagai kelebihan pembayaran dan PT GF harus mengembalikan ke Kas Daerah.
BPK juga menyebutkan bahwa hasil konfirmasi dengan PPK Belanja Tidak Terduga Dinas Kesehatan diketahui pada saat melakukan proses pengadaan PPK tidak membuat atau menganalisis kewajaran harga serta tidak melakukan negosiasi harga.
PPK hanya berasumsi bahwa harga yang ditawarkan oleh penyedia merupakan harga yang wajar, sehingga terdapat pemahalan (Mark Up) harga sebesar Rp 25.421.136,00 (Rp8.418.636,00 + Rp17.002.500,00).
Prihatin dan Miris
Terkait temuan BPK ini, Anggota Komisi III DPRD Karimun, Sri Rezeki menyampaikan bahwa ‘mark-up’ mengadakaan alkes Covid-19 di Dinas Kesehatan ternyata benar adanya dan bukan hanya sebatas isu semata yang sering dimunculkan di media sosial.
“Kita tentunya sangat prihatin dan miris masih ada juga pihak-pihak yang memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk memperkaya diri dan menyalahgunakan wewenang serta menabrak aturan yang ada serta merugikan keuangan daerah,” sesal politisi dari partai PAN ini.
Sri berharap temuan BPK ini tentunya bisa menjadi atensi dari para penegak hukum di ‘Bumi Berazam’ walaupun nantinya ada upaya pengembalian uang sejumlah Rp 25.421.136,00 (Rp8.418.636,00 + Rp17.002.500,00).
“Saya yakin masih ada dugaan kongkalingkong dan mark up yang lainnya yang lebih besar, untuk butuh perhatian dari semua pihak untuk sama-sama saling mengawasi dan melaporkan segala bentuk penyelewengan yang terjadi di pengadaan alkes Covid-19 ini,” ujar Sri.
Sri mengatakan, modus operandi Mark up pengadaan alkes bermula dari penawaran sebuah perusahaan yang terdaftar di e-katalog LKPP (e-purchase) dan sudah lama bermitra dengan Dinas Kesehatan.
Disitu, kata Sri, permainan harga dimulai oleh dinas yang diduga atas pengetahuan Kepala Dinas Kesehatan. Dalam kasus ini, lanjut dia, PPK dari Dinas Kesehatan Karimun sebagai pejabat pengguna anggaran diduga berperan memainkan harga dengan penyedia barang yakti PT GF. Atau harga barang yang sudah ditentukan kemudian di gelembungkan menjadi harga yang tidak semestinya.
Ia memaparkan, Sistem e-katalog memang mampu meningkatkan transparansi dan menekan angka korupsi khususnya dalam hal penentuan harga. Namun, bukan berarti dalam sistem e-katalog tidak ditemukan celah korupsi. Pola korupsi dalam pengadaan di sektor kesehatan tetap menggunakan pola lama, tapi dengan sedikit polesan.
“Bisa jadi PPK lalai tidak membuat atau menganalisis kewajaran harga serta tidak melakukan negosiasi harga karena sudah diiming-imingi fee oleh perusahan penyedia,” kata Sri saat dihubungi, Minggu (15/8/2021).
Padahal tambahnya, aturan nya sudah jelas perusahan penyedia yakni PT GF tidak diberbolehkan mengambil keuntungan menaikkan harga melebihi 15% dari harga total (Harga pembelian distributor + ongkos kirim)
“Atau PPK kegiatan tidak tahu sama sekali dan tidak mengecek harga sebelum membuat kontrak bahwasanya harga yang ditawarkan oleh penyedia merupakan harga yang wajar, sehingga terdapat pemahalan (Mark Up) harga yang tidak sesuai aturan,” ucap Sri.
Sri menyebutkan meski Presiden Jokowi mengharuskan pengadaan barang jasa seluruhnya menggunakan sistem e-katalog namun tetap saja ada celah yang digunakan para vendor untuk bersekongkol dengan panitia pengadaan. Mereka mensiasati mark up harga dari jeratan hukum, hingga penyalahgunaan wewenang dalam pembelian di e-katalog.
Sri menegaskan, mestinya ini menjadi atensi utama oleh para penegak hukum. Meskipun biasanya setiap ada temuan dari BPK ada pengembalian atau kelebihan pembayaran ke Kas Daerah oleh penyedia. Yang namanya pelanggaran dari aturan main pengadaaan barang dan jasa sudah terjadi, harus ada sangsi yang tegas terhadap penyedia dan pihak PPK maupun Kadis Kesehatannya.
“Misalnya dengan memutus hubungan kerjasama dan memback-lis perusahaannya dan memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada PPK karena tidak maksimal dalam meminta penyedia untuk menyampaikan bukti kewajaran harga. Kapan perlu Bupati harus berani mencopot Kadis kesehatannya kalau terbukti ‘kongkalikong’ dengan penyedia barang ,” tegas Sri.
Sementara ketika dikonfirmasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Karimun Rachmadi menyampaikan mulai 2021, PPK kegiatan ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran.
“Coba tanya ke PPK kegiatan karena proses detail di PPK. Kalau pengembalian sudah dikembalikan oleh pihak rekanan (PT GF) sesuai dengan LHP BPK bulan Januari 2021 lalu,” ujar Rachmadi meminta Haluan Kepri menghuhungi PPK kegiatan.
Sementara PPK kegiatan Suharyanto dari Dinas Kesehatan Karimun menyampaikan dan memastikan bahwa PT GF telah mengembalikan kelebihan pembayaran seperti yang dianjurkan BPK Kepri ke kas daerah.
“Sesuai dengan perintah bapak Bupati Karimun sudah dibayarkan dan di stor PT GF ke kas daerah. Mereka menyatakan bertanggung jawab mengembalikan kelebihan pembayaran tersebut dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya PT GF. Dibayarkan Januari 2021,” ucap Suharyanto. (hj)