KARIMUN (U&A.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau pastikan proses pidana terhadap tersangka HHN, mantan bendahara sekretariat DPRD Kabupaten Karimun, tetap berjalan, kendati seluruh kerugian negara dalam dugaan tindak pidana korupsi Korupsi penyalahgunaan anggaran sekretariat DPRD Kabupaten Karimun Tahun Anggaran 2020 yang merugikan keuangan negara Rp. 5.952.052.369,00 sudah dikembalikan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Karimun, Meilinda SH MH, melalui Kasipidsus Kejari Karimun, Tiyan Andesta mengemukakan bahwa tim penyidik tetap akan memproses tersangka tunggal HHN hingga diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dia mengatakan pengembalian kerugian negara dalam kasus korupsi Penyalahgunaan Anggaran Sekretariat DPRD Kabupaten Karimun Tahun Anggaran 2020 ini merupakan upaya kooperatif yang dijadikan bahan pertimbangan tim penyidik dan tim jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor nanti.
“Dalam kasus korupsi ini baru ada satu tersangka yakni sdri HHN. Untuk tersangka lain belum, kita lihat nanti fakta dipersidangan,” ucap Tiyan Andesta kepada insan pers usai jumpa pers di aula kantor kejaksaan Karimun, Kamis (11/11/2021).
Tidak Ada Pelaku Korupsi Tunggal
Penetapan Sdri HHN, mantan bendahara sekretariat DPRD Kabupaten Karimun sebagai tersangka tunggal l dugaan tindak pidana korupsi Korupsi penyalahgunaan anggaran sekretariat DPRD Kabupaten Karimun Tahun Anggaran 2020 mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
Hermansyah SH, tokoh masyarakat Karimun menyebut, bahwa dalam sebuah kasus korupsi, tidak pernah ada pelaku tunggal, karena ada pihak lain yang juga ikut bermain dalam sebuah kasus korupsi.
“Itu dikarenakan karakter korupsi yang sistemik,” kata mantan jaksa ini kepada U&A.com di kedai kopi Servanda, Kamis (11/11/2021).
Demikian pula dengan korupsi di penyalahgunaan anggaran sekretariat DPRD Kabupaten Karimun Tahun Anggaran 2020. Hermansyah memberi contoh, apa mungkin dan tidak masuk logika juga seorang HHN bisa bekerja mencairkan sendiri uang gaji tersebut mulai dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Karimun sampai ke Bank Riau Kepri.
“Tentunya dan pastinya ada pihak-pihak yang patut diduga terlibat mulai dari oknum di BPKAD Karimun maupun pihak dari Bank Riau Kepri yang bisa juga lalai sehingga terjadilah tindak pidana penyalahggunaan anggaran ini,” ujar Hermansyah.
Hermansyah menyebut, Jika tindak pidana korupsi Korupsi penyalahgunaan anggaran sekretariat DPRD Kabupaten Karimun Tahun Anggaran 2020 ini terang benderang sejumlah pihak mulai dari BPKAD Karimun sampai ke Bank Riau Kepri patut dipanggil dan diperiksa.
“Pasalnya, penetapan satu tersangka dugaan korupsi dianggap tak mungkin. Patut diduga ada pihak atau unsur lain terlibat. Pergantian Kepala Bank Riau Kepri Karimun pada saat kasus ini telah bergulir dan berproses tentu ini menjadi pertanyaan di publik. Dan apa mungkin begitu lemahnya sistim keuangan di Pemkab Karimun sehingga bisa di ‘utak atik’ dengan mudahnya oleh seorang bendaraha DPRD Karimun Ada Apa?,” ujar Hermansyah.
Tidak Hapus Pidana
Mantan Jaksa ini juga menjelaskan, Pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus pidananya bagi pelaku tindak pidana korupsi. Meski pelaku korupsi sudah mengembalikan uang hasil korupsinya tetap saja pelaku bisa dipidana
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Jika perbuatannya telah memenuhi unsur pidana korupsi maka pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidananya.Pidananya tetap diproses secara hukum. Manfaat pengembalian uang hasil korupsi itu hanya untuk meringankan hukumannya saja di Pengadilan nanti bagi pelaku korupsi. Itu pun hakim nanti yang menentukan,” jelas Hermansyah.
Lagi pula, jelas Hermansyah, pidana korupsi itu merupakan delik formil, artinya perbuatan pelaku telah memenuhi unsur pidana korupsi maka pelaku sudah bisa dipidana, tidak perlu harus timbul akibat. Misalnya kalau uang hasil korupsi sudah dikembalikan maka tidak bisa dipidana, itu salah besar. Delik formil itu meski uang hasil korupsinya sudah dikembalikan tetap bisa dipidana perbuatan korupsinya sudah terjadi mesti akhirnya uang hasil korupsinya dikembalikan.
Sebagaimana diketahui dan diberitakan, Kejaksaan Negeri Karimun melakukan pengembalian uang sebesar Rp 5.674.775.869 ke kas daerah, yang disita dari perkara korupsi di Sekretariat DPRD Karimun pada tahun 2020 lalu. Uang tersebut disetorkan melalui Bank Riau Kepri, disaksikan oleh Asisten 1 Setkab Karimun Fajar Horrison mewaliki Pemkab Karimun dan Kepala Bank Riau Kepri Karimun.
Kasus ini bergulir berawal saat Kejari Karimun menerima laporan dan menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan penyidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan dengan nomor : PRINT-02/L.10.12/Fd.1/11/2020 tanggal 23 November 2020 tentang penyelidikan dugaan perkara Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Anggaran Sekretariat DPRD Kabupaten Karimun Tahun Anggaran 2020.
Setelah hampir setahun kasus ini berjalan dan setelah menemukan adanya dugaan kuat tindak pidana korupsi, jaksa kemudian meningkatkan status ke penyidikan dengan surat perintah Nomor : PRINT-01/L.10.12/Fd.1/11/2021 tanggal 03 November 2021.
Dalam penyelidikan ditemukan alat bukti yang cukup sehingga yang paling bertanggung jawab dalam hal ini adalah bendahara pengeluaraan yaitu sdri HHN maka dari itu ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan penetapan nomor : PRINT-1597/L.10.12/Fd.1/11/2021 tanggal 3 Novemnber 2021.
Dalam penyidikan ditenemukan 7 dokumen pencairan yang direkayasa atau dipalsukan oleh bendahara pengeluaran dengan cara mengubah pagu yang ada, tidak sesuai dengan pagu yang semestinya dalam RKA.
Berdasarkan data dan pemeriksaan serta adanya perhitungan kerugian keuangan negara yang dikeluarkan oleh Inspektorat Kabupaten Karimun Nomor : LHP/086/X/2021 tanggal 29 Oktober 2021 terdapat kelebihan pencairan sebesar Rp 5.952.052.369.
Namun, tersangka hanya mampu mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 5.674.775.869 dan selisih kerugian keuangan negara yang tersisa tidak dapat dipertanggung jawabkan sebesar Rp 277.276.500. (hj)