KARIMUN (U&A) – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia (LI BAPAN RI) Kepulauan Riau (Kepri), Ahmad Iskandar Tanjung menyampaikan kerawanan korupsi selalu ada pada setiap pemegang wewenang dan kekuasaan, tidak terkecuali oleh para oknum di badan penyelenggara pemilu.
“Para penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu memiliki kuasa dan anggaran yang besar dalam menyelenggarakan pemilu di Indonesia termasuk di Kepri dan Karimun. Kekuasaan itu akhirnya berpotensi memicu berbagai jenis korupsi,” ujar Tanjung kepada redaksi U&A di Newton Cafe, Tanjung Balai Karimun, Kepri, Kamis (2/1/2025).
Ia menjelaskan, di antara jenis-jenis korupsi yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu adalah konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, pemerasan, menerima suap, hingga perbuatan curang. Pemilu juga rentan politik uang atau money politic yang diberikan para kandidat kepada penyelenggara maupun pengawas pemilu.
“Yang jelas korupsi itu dilakukan karena mereka punya kuasa dan anggaran yang besar. Misalnya dalam pengadaan dan jasa seperti tinta, kotak suara, atau percetakan. Bisa juga dalam pengadaan lainnya,” kata Tanjung.
Ia menyebut, ini bukan isapan jempol belaka dimana lima komisioner dan dua pegawai sekretariat Komisi Pemilihan Umum Karimun, Kepulauan Riau, terjerat korupsi Rp 1,8 miliar.
Korupsi dilakukan pada 2011. Saat itu, Rp 1,8 miliar dari Rp 12 miliar dana hibah Pemkab Karimun untuk menggelar Pilkada Kabupaten Karimun periode 2011-2016 dikorupsi dengan berbagai cara.
“Modus paling banyak adalah membuat laporan perjalanan fiktif dan penggelembungan harga,” ujar Tanjung.
Kerawanan korupsi pada penyelenggara pemilu juga bisa terjadi dalam ranah kebijakan. Korupsi ini bisa juga terjadi dalam bentuk perdagangan pengaruh atau trading in influence, ketika seseorang menggunakan pengaruhnya untuk mengubah kebijakan. Kerawanan korupsi ini, kata Tanjung, bisa terjadi mulai dari perencanaan hingga selesai pencoblosan.
“Terkai dengan penyelenggaran Pilkada Kepri dan Pilbup Karimun 2024 lalu, saya juga sudah mendapatkan informasi ada nya indikasi dugaan terjadinya korupsi. Kami saat ini dalam pengumpulan data dan informasi dan jika cukup bukti nantinya kita akan buat laporan ke penegak hukum,” tegas Tanjung.
Tanjung juga menyampaikan kasus yang terkenal terjadi pada 2020 lalu ketika Komisioner KPU Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara dan Mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina Divonis 4 Tahun Penjara karena menerima suap dari kader PDIP Harun Masiku untuk memilihnya menjadi anggota DPR melalui pergantian antarwaktu (PAW).
Hingga artikel ini diturunkan, Harun Masiku masih buron dan kasus ini sekarang telah menyeret nama Sekjen PDI P Hasto yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK .
Wahyu Setiawan bukan satu-satunya Komisioner KPU yang terjerat kasus korupsi. Ada nama Nazaruddin Syamsuddin, Mulyana W. Kusumah, Daan Dimara, dan Rusadi Kantaprawira, yang sebelumnya juga divonis penjara karena korupsi mulai dari penyelewengan dana pengadaan barang dan jasa hingga suap.
“Penyelenggara pemilu seharusnya berintegritas. Kalau tidak berintegritas, mereka akan gampang tergoda dengan kewenangan yang mereka miliki. Peraturan dan kebijakan yang mereka punya disalahgunakan untuk menguntungkan segelintir orang atau diri sendiri dan kelompoknya,” kata Tanjung. (hj)