JAKARTA (U&A.com) – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan kasus dugaan penyelundupan limbah beracun dan berbahaya (B3) di Batam, Kepulauan Riau, kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jumat (26/08/2022).
“MAKI secara resmi telah melaporkam dengan nomor surat 079/MAKI.J/VII/2022 perihal Laporan Dugaan Penyelundupan Limbah Beracun diditujukan kepada Drs Rasio Ridho Sani, M., MPM selaku Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada U&A.com.
Dijelaskan Bonyamin, ada 3 point pokok yang dijadikan laporan yakni pada Maret – Agustus 2022, kapal MT TUT dengan bobot GT 74, berbendera Indonesia ditemukan labuh jangkar di Perairan Pelabuhan Batu Ampar, Kepri. Kapal tersebut dioperasikan dan dimiliki oleh PT PEL, yang beralamat di Batam.
“Diduga kapal sebut mengangkut limbah B3 sebanyak 5.500.538 Kg (5.500 ton), dengan dugaan kamuflase dokumen barang tertulis sebagai fuel oil,” ujarnya.
Dari pengumpulan data dan pantauan langsung di Perairan Batu Ampar, Batam, selama beberapa hari, Boyamin mengatakan kapal tersebut tidak pernah berpindah-pindah lokasi karena berfungsi sebagai storage unit (tempat penyimpanan terapung) untuk melaksanakan pekerjaan ship to ship (alih muat kapal jenis kargo/muatan).
Disinyalir barang limbah B3 sebanyak 5.500.538 Kg (5.500 ton) diangkut sekitar 6 kapal kecil dari Singapura. Lalu, pada malam hari, giliran kapal-kapal kecil dari Batam yang mengambil untuk selanjutnya dibawa dan atau dibuang di sepanjang Perairan Batam.
“Dugaannya, kalau tidak dibuang di perairan Batam, dimasukkan ke dalam lubang-lubang bekas galian, atau dibuang di daratan,” terang Boyamin.
Dia menjelaskan, 5.500 ton muatan yang dibawa MT TUT itu diduga memenuhi kualifikasi kategori sebagai limbah B3 dengan kategori bahaya 1 (sangat berbahaya) karena diduga parameter C6-C9 Petroleum Hydrocarbons dan C10-C36 Petroleum Hydrocarbons jauh diatas baku mutu yang ditentukan ketentuan peraturan yang berlaku.
“Untuk itulah kami meminta dilakukan proses hukum Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup oleh korporasi (perusahaan) sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Selain itu, MAKI juga meminta proses hukum dikembangkan untuk kurun waktu sejak tahun-tahun sebelumnya. Hal ini lantaran terdapat informasi sewaktu musim angin utara terdapat limpahan minyak dan limbah di pantai-pantai Kepri yang diduga terdapat pelaku-pelaku selain yang di atas.
Sementara itu, Staf Direktorat Penegakan Hukum Pidana Dirjen Penegakan Hukum KLHK Ikhlas Sembiring yang menerima laporan, mengatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan MAKI tersebut.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan instansi terkait di daerah untuk menindaklanjutinya,” kata Ikhlas.
Sebelumnya, Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Boyamin Saiman melaporkan adanya dugaan impor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari negara tetangga oleh 13 kapal yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di Batam Provinsi Kepulauan Riau kepada Deputi III ( Bidang Hukum ) Kementerian Koordinator Politik dan Hukum (KEMENKO POLHUKAM).
Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Boyamin Saiman melaporkan adanya dugaan impor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari negara tetangga oleh 13 kapal yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di Batam Provinsi Kepulauan Riau kepada Deputi III ( Bidang Hukum ) Kementerian Koordinator Politik dan Hukum (KEMENKO POLHUKAM).
“Saya berharap laporan ini bisa diproses dengan cepat dan juga mengulang prestasi kemaren KLHK telah membawa pelaku-pelaku yang terkait dengan limbah mestipun kapal nya waktu itu masih kecil dan nyata nya oleh hakim telah diputus hukuman 7 tahun. Nah temuan saya ini lebih besar kapalnya. Diduga itu sampai puluhan ribu ton dan itu diduga lebih dari satu tahun praktek melakukam dugaan membawa limbah beracun dari negara tetangga,” ungkapnya lagi.
Sebagaimana diberitakan, Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Boyamin Saiman mengungkapkan dan menyoroti adanya dugaan impor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di Batam Provinsi Kepulauan Riau.
“MAKI menemukan dugaan penyelundupan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari beberapa negara tetangga memasuki wilayah Kepri sebanyak 13 kapal,” ujar Boyamin Saiman kepada U&A.com, Rabu (3/8/2022) siang.
Bonyamin mengirimkan data dan bukti kepada redaksi U&A,com terkait dugaan pelanggaran hukum mulai dari temuan limbah ilegal, pelayaraan ilegal yang cuma hanya dikenai denda administrasi saja dan juga hilangnya pendapatan negara dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Bonyamin membeberkan, pertama terkait limbah beracun, sudah ada penetapan dari dinas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Penegakan Hukum Pidana lewat surat bernomor S.93/DHPLKH/TPLH/GKM.3/6/2022 per 15 Juni 2022 yang ditujukan kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam, Kepulauan Riau.
“Bahwa hasil analisa laboratorium terhadap sampel yang diambil oleh Tim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah terbit dan telah dilakukan permintaan keterangan ahli pengelolaan limbah dan berdasarkan keterangan ahli pengelolaan limbah bahwa muatan yang dibawa oleh Kapal MT.TUTUK GT.7463 dikategorikan sebagai limbah B3 dengan kategori bahaya 1 (sangat berbahaya) karena parameter C6-C9 Petroleum Hydrocarbons dan C10-C63 Petroleum Hydrocarbons jauh diatas baku mutu,” ungkap Bonyamin.
Kemudian, terkait dengan pelayaran ilegal dan pelanggaran lainya, pihak berwenang juga telah memberikan sanksi administrasi lewat Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) kepada PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans yang beralamat di Batam selaku agen pelayaran dari Kapal MT.TUTUK GT.7463.
PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans telah dikenakan Sanksi Administrasi berupa denda sebesar Rp 30 juta dengan alasan jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabeanan (kurang bongkar muatan sejumlah 1959,571 MT pada BC 1.1 nomor 001261 tanggal 16 Februari 2022) dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya yang dibongkar dari kapal MT.MARS ke MT.TUTUK pada tanggal 17 Februari 2022) dan atas sanksi tersebut PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans telah membayarnya.
Bonyamin juga menduga terkait dengan perusahaan yang melakukan impor limbah B3 ke Kepri, patut diduga ada perusahaan-perusahaan tertentu yang impornya itu berasal dari jalur yang tidak perlu di chek.
“Mestinya nanti saya akan minta instansi yang berwenang untuk mencabut izin fasilitas istilah nya jalur hijau atau jalur apa yang tidak perlu di chek isi barangnya,” ujar Bonyamin.
Sesuai temuan yang dikemukakan oleh Boyamin Saiman iya mengatakan bahwa limbah Fuel Oil tersebut ditimbun daerah lubang bekas pertambang diwilayah Kepulauan Riau.
Tidak hanya itu, seharusnya jika dokumen mereka (kapal penyeludup) lengkap dengan adanya perlayaran ini negara seharusnya diuntungakan sebanyak 1 milyar rupiah perkapal dengan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) tetapi kenyataanya negara hanya mendapatkan sanksi adminisrasi yang hanya Rp 30 juta rupiah.
“Kami menduga Limbah Fuel Oil ini ditimbun daerah lubang bekas pertambangan diwilayah Kepri, ini kan sangat berbahaya,”katanya.
“Tidak hanya ditimbun di wilayah bekas pertambangan, dengan adanya temuan ini seharusnya negara bisa diuntungkan sebanyak 1 milyar rupiah perkapal. Tetapi nyatanya tidak, negara hanya mendapatkan berupa uang sanksi administrasi yang hanya jutaan rupiah, Ini sangat merugikan negara,” ungkap Boyamin Saiman kembali.
Bonyamin menegaskan, terkait dengan hal ini banyak hal yang mestinya bisa dilakukan penindakan hukum mulai dari pelayaran ilegal, terus kemudian dugaan limbah beracun dan juga hilang nya pendapatan negara dari sisi PNBP. (hj)